Minggu, 25 Januari 2009

Management


Teman tapi Marketing, Kunci Sukses Konro Mamink Daeng Tata
Monday, 23 July 2007

Menghampiri, menyapa dan berbicang kepada para tamu sebagaimana layaknya seorang sahabat merupakan kiat Mamink Daeng Tata menggaet pelanggan . Fitra Iskandar Seorang pria berbaju koko hitam dan kopiah putih dengan tali di atas, mirip topi tradisional Turki, menyapa para tamu yang sedang bersantap. “Minuman ini akan lebih enak kalau ditambahkan duren di dalamnya,” ujar pria tersebut yang tak lain adalah H Muhamad Amin Rahim, atau sering disapa Mamink, pemilik retoran Mamink Daeng Tata.

Kemudian sambil melemparkan candaan- candaan kecil ia menuangkan butir demi butir buah durian yang ia ambil dari meja lain itu ke gelas- gelas tamunya yang hanya bisa tersenyum senyum. Bagi yang tak biasa, tingkah Mamink ini akan membuat kikuk, karena mereka mengira tambahan buah durian tersebut akan menambah digit rupiah yang harus dibayar. Tetapi memang demikian Mamink memperlakukan para tamu. Menyapa tamu, menemani bercakap-cakap, sampai menambahkan menu yang tidak dipesan tamu seperti di atas merupakan pemandangan yang biasa di temui di warung makan Mamink Daeng Tata. “Itu merupakan rasa terimakasih dan pelayanan terhadap para tamu yang datang ke rumah makan saya,” tutur Mamink. Pendekatan yang sangat mesra dan bersahabat tersebut pada saat ini popular dengan istilah Teman Tapi Mesra (TTM), tetapi Mamink menyebutnya Teman Tapi Marketing.

Melayani tamu dengan personal touch mungkin saja merupakan kunci dari keberhasilan pengusaha rumah makan dengan sajian masakan khas Makassar ini. Mamink menganggap rumah makannya yang selalu ramai tak terlepas dari buah keakraban yang selama ini ia lakukan terhadap pelanggannya. Memang ada pameo dalam bisnis yang mengatakan “bisnis ya bisnis, teman ya teman. Bagi Mamink pameo itu tidak lantas ditelan mentah-mentah. Sehingga, menurutnya, salah satu kunci sukses bisnis rumah makan adalah silaturahmi.Memberikan menu yang tidak di pesan kepada tamu secara gratis bukanya akan membuat rugi? Mungkin saja. tapi Mamink punya argumen sendiri. “Hitungannya begini: jika makanannya enak dan pelayanannya memuaskan akan ada 5 orang yang datang, satu orang akan cerita ke 5 orang temannya yang belum pernah datang ke restoran, berarti 5x5 =25. Tapi kalau makanannya tidak memuaskan ditambah pelayanan yang seadanya mungkin hanya 3 orang yang datang. Berarti 3x3=9 selisihnya jumlah tamu yang datang 16 orang.” Itu namanya TTM. Teman Tapi Marketing,” kelakar Mamink, memplesetkan judul lagu kelompok Musik Ratu yang terkenal itu.

Saat masih membuka warung kaki lima, Mamink punya cara untuk mendatangkan pengunjung. Selain memilih terpal yang warnanya berbeda dengan tenda kaki lima pada umunya yang berjejer di Jalan Soepomo, ia menyebarkan brosur dan menjalin kerjasama atas dasar pertemanan dengan para supir taksi. Supir taksi yang membawa tamu ke warungnya digratiskan makan, sehingga warungnya semakin dikenal. Sekarang ini ia memanfaatkan teknologi SMS untuk sekadar menyampaikan sapaan atau candaan kecil kepada pelanggannya yang sudah lama tidak berkunjung.Kiat, dengan ruh silaturahmi, ternyata sangat jitu.

Rumah makan Mamink Daeng Tata berkembang sukses. Mamink berhasil menggeser bisnisnya yang dari omset 50 porsi perhari saat usahanya masih beratap terpal (1993) dengan tenda ukuran 5X8 di Jl Soepomo, menjadi 400 porsi perhari. Itu baru dari restonya yang berada di Casablanca 33, belum terhitung dari tiga tempat lainya di Jl Abdullah Syafie, Tebet Utara dan Jl. Panjang. Di penghujung 2006, Mamink Daeng Tata membuka cabang lagi di Bandung.Selain kemampuannya menjalin relasi, Mamink juga mempunyai keahlian menciptakan menu istimewa “tata ribs” (tulang iga sapi panggang). Selain itu menu makanan khas Makassar lainnya juga menjadi andalan Mamink, seperti sop konro, soto sodara, es palu butung dan es pisang hijau. Beberapa bumbu seperti cabe dan tomat langsung didatangkan dari Sulawesi.
© 2009 Majalah Pengusaha - Peluang Usaha dan Solusinya