Selasa, 18 November 2008

SAPI UNTUK BIO GAS


SAPI UNTUK BIO GAS

Rumah 100 m2 di Kelapadua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur, itu terang benderang pada malam kelam. Enam buah lampu 25 watt dan TV 21 inci, tetap menyala, meski terjadi pemadaman listrik. 'Saya mengolah kotoran sapi menjadi listrik,' kata Wiyanto, pemilik rumah. Kotoran sapi juga sumber gas untuk kompor. Menurut Hardi Julendra, periset Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia-LIPI, 'Lima puluh kg kotoran menghasilkan 100 liter biogas per hari. Itu bisa dipakai memasak selama 2 jam non-stop,' ujarnya.

Sejak menggunakan biogas kotoran sapi, Suwardi di Yogyakarta dan Wiyanto tak lagi menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar kompor. Semula Wiyanto menghabiskan 2 liter minyak setiap hari. Wiyanto memperoleh kotoran dari 9 sapi perah terdiri atas 4 ekor berumur 15 tahun; 5 ekor, 4 tahun.

Ayah 2 anak itu menampung kotoran sapi pada pagi dan sore. Air dan kotoran mengalir ke tangki penampungan berupa plastik polietilen 5 m3 setara 5.000 liter yang terpendam agar suhu stabil. Kotoran sapi difermentasi selama 1 minggu. Selama fermentasi, molekul kompleks kotoran diurai menjadi bentuk lebih sederhana. Akhirnya dengan proses metagenesis menghasilkan gas metan. Hasil sampingan antara lain berupa karbondioksida, air, dan senyawa gas. Menurut Andreas Wiji, pengusaha biogas di Cikole, Kabupaten Bandung, dalam satu kali proses biogas alam diperoleh 55-56% gas metan, 30-35% CO2, dan 2% O2.

Gas metan merambat ke lapisan atas tangki penampung. Tingginya hanya 0,5 m, tepat di bagian atas penampung. Di bagian atas tangki terdapat terowongan penyalur kotoran ke bak penampungan. Bak penampungan itu terbuat dari semen berukuran 2 m x 1 m x 1 m. Biogas mengalir ke genset melalui pipa ke katup yang berfungsi mengatur pasokan biogas.

Mesin genset bergerak jika terdapat gas metan minimal 0,64-1 m3. Gas itulah yang diubah menjadi listrik dan energi untuk bahan bakar kompor. Dua sapi menghasilkan 45,5 kg kotoran memproduksi energi listrik untuk 4 lampu berkekuatan 75 watt selama 6 jam. Kelebihan bahan bakar biogas untuk memasak ialah menghasilkan nyala biru dan panas yang sama dengan LPG, tidak beracun, nirbau, serta tidak menimbulkan jelaga. (Vina Fitriani/Peliput: Andretha Helmina)

Selengkapnya...

PEPAYA CALIFORNIA

CALIFORNIA VAN JAVA (PEPAYA)

(Sumber Trubus)

Wah, mulus sekali ya buahnya,' tutur Andien sambil menimang pepaya california yang dipajang di salah satu pasar swalayan di Jakarta. Karyawati di sebuah perusahaan swasta itu biasanya mengkonsumsi pisang sebagai buah meja. Namun, karena melihat kemulusan california, lidahnya ingin segera mencicipi.

Penampilan Carica papaya itu memang menarik. Bentuknya silindris dan rata dengan kulit hijau nan mulus. Makanya ketika disusun di etalase toko tampak cantik. Bila dibelah terlihat daging buah berwarna jingga kemerahan yang lezat. Dagingnya tebal dan hampir penuh. Bobotnya 1,5 kg dengan tingkat kemanisan 11° briks. Pepaya cibinong yang selama ini lazim dijajakan di pasar-pasar kadar gulanya hanya 9-10° briks.

Meski menyandang nama california, pepaya itu sebetulnya dikembangkan di Bogor. California-ini berbeda dengan pepaya california yang sudah lebih dulu ada di pasar-merupakan 1 dari beberapa pepaya unggul hasil pemuliaan Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB. Untuk mendapatkan varietas-varietas itu dibutuhkan waktu panjang. 'Riset dilakukan sejak 2000,' tutur Prof Dr Ir Sriani Sujiprihati, MS, ketua Divisi Pemuliaan PKBT IPB.

Tujuannya untuk menghasilkan pepaya tipe besar, sedang, dan kecil. 'Pepaya berukuran besar untuk konsumen keluarga besar, tipe sedang untuk keluarga kecil, dan tipe kecil untuk konsumsi sendiri -self type,' papar Sobir, PhD, kepala PKBT. Pepaya self type mulai digemari pasar karena untuk mengkonsumsi buah tidak perlu dikupas. Cukup dengan membelah buah menjadi 2, dagingnya dinikmati menggunakan sendok.

Tahan penyakit

Penelitian itu diawali dengan pengumpulan plasma nutfah sebagai calon tetua. Di antaranya varietas hawai solo, jenis lokal asal Cicurug, Bogor, dan introduksi dari luar negeri. Dari koleksi tetua itu selanjutnya dilakukan penyilangan, seleksi, dan pemurnian.

Hasilnya lahirlah 9 pepaya unggul, masing-masing berkode IPB-1, IPB-2, IPB-3, IPB-4, IPB-5, IPB-6C, IPB-8, IPB-9, dan IPB-10. Pepaya california tak lain adalah IPB 9. IPB-1 dan IPB-2 mendapat nama arum bogor dan prima bogor yang disematkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada acara Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ke-10 di Istana Negara pada Agustus 2005.

Arum bogor mempunyai keunggulan bersosok kecil, bobotnya sekitar 0,63 kg sehingga praktis dikonsumsi. Pepaya berwarna kulit hijau itu berpotensi menyaingi jenis hawaii. Sementara prima bogor punya keistimewaan daging buah merah dan tahan lama. Apabila disimpan hingga 1 minggu tidak menjadi lembek. Ukurannya cukup besar dengan bobot rata-rata 2,27 kg.

Jenis lain, IPB-6C unggul karena daging buah benar-benar merah. Warna kulit hijau tua dan ketika matang ada semburat kuning di ujung buahnya. Bobotnya mencapai 2,8 kg. Varietas itu cocok untuk konsumsi keluarga besar. Sementara pekebun pepaya jenis kecil bisa memilih arum bogor dan IPB-3. Yang disebut terakhir punya keistimewaan kadar gula mencapai 14° briks, bentuknya kecil, daging buah tebal, berwarna jingga kemerahan, serta berongga kecil. IPB-3 juga lebih tahan tungau dibandingkan pepaya IPB-1.

Komersial

Sementara buat mereka yang tertarik mengembangkan papain ada IPB-10 atau wulung bogor. Buahnya berbentuk panjang dan mulus memudahkan pekebun untuk menyadap papain. Produksi getah per buah dalam 9 kali penyadapan mencapai 25,23 g dengan rendemen getah mencapai 13,28%. Aktivitas proteolitik papain kasar 1.102,34 mcu/g.

'Secara umum pepaya-pepaya unggul produktivitasnya tinggi, lebih tahan hama penyakit, bentuk seragam, dan tidak ada skipping,' ungkap Sobir. Yang dimaksud skipping adalah kekosongan masa panen karena saat musim kemarau tidak memproduksi bunga hermaprodit.

Dari 9 varietas itu yang banyak diminta untuk dikebunkan adalah IPB-1, IPB-3, IPB-6C, dan IPB-9. IPB-9 dibudidayakan oleh Anwar Musadad di Desa Bantarsari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor. Pekebun sejak 1970-an itu pada 2005 menanam pepaya IPB-9 di kebun seluas 4 hektar. Ternyata hasilnya tidak mengecewakan. 'Dagingnya tebal, manis, dan produktivitasnya tinggi,' kata Anwar. Kini ia dapat menikmati omzet senilai Rp68-juta/bulan.

Setali tiga uang dialami Ardiansyah yang mengembangkan IPB-3 alias jamaican papaya. Hasil panen yang dikirim ke pasar swalayan mendatangkan pendapatan Rp88-juta/bulan. Dari salah satu sudut Kota Hujan banyak pepaya pilihan yang layak dikembangan. (Niken Anggrek Wulan)

Prima bogor, tahan simpan Prof Dr Sriani Sujiprihati, MS, meriset pepaya baru sejak 2000 Atas: IPB-10 alias wulung bogor, cocok untuk papain Bawah kiri ke kanan: Arum bogor, jamaica papaya, IPB-6C, california Foto-foto: Sriani Sujiprihati
Selengkapnya...

Senin, 17 November 2008

PAKAN SAPI LIMBAH SAWIT

Pakan Sapi Limbah Sawit
Oleh trubusid

Limbah sawit: pelepah, daun, dan bungkil inti sawit, sudah lama menjadi masalah di Desa Sebelat, Bengkulu. Namun, sekarang limbah itu justru menjadi sumber pakan ternak istimewa. Selain membuat sapi-sapi lebih kuat, pertambahan bobot mencapai 0,6 kg/hari.

Desa Sebelat salah satu daerah inti plasma sawit binaan PT Agricinal dengan luasan lahan tertanam mencapai 6.000 hektar. Di sanalah John-penduduk setempat-mengandalkan sapi bali untuk membawa buah segar sawit. 'Seekor sapi bisa mengangkut 200 kg tebas buah segar (TBS),' ujar John. Total jenderal ada 299 pemetik sawit seperti John dengan 3.000 sapi.

Selama ini sapi-sapi itu hanya diberi pakan hijauan. Pelepah dan daun sawit dibiarkan mengering tidak termanfaatkan. 'Lahan sawit jadi kotor,' kata Bungaran P Manurung, kepala Bidang Peternakan PT Agricinal. Dengan pakan hijauan seringkali sapi-sapi itu mogok berjalan saat membawa TBS ke tempat penampungan sawit. 'Jalannya terjal sehingga sapi-sapi seperti kelelahan. Tapi setelah diberi pakan sampah sawit jalan mereka lebih kuat,' tambah Bungaran.

Pelepah dan daun
Limbah sawit merupakan alternatif baru pakan ternak yang kaya gizi. Menurut Prof Dr Ir I Wayan Mathius MSc, 70% limbah sawit dapat dimanfaatkan ruminansia sebagai pengganti pakan hijauan: rumput dan jerami. Yang dimaksud limbah adalah pelepah, daun, dan batang sawit. Berdasarkan penelitian Mathius setiap pohon sawit menghasilkan 22 pelepah/tahun dengan bobot masing-masing 7 kg. 'Sehektar lahan dengan 130 pohon kelapa sawit bisa didapat 20.020 kg pelepah segar/tahun,' ucap koordinator Program Penelitian Balai Penelitian Veteriner di Ciawi, Jawa Barat, itu. Dari pelepah itu terkandung 26,06% bahan kering atau 5.271 kg/ha yang mudah dicerna sapi.

Setiap pelepah menghasilkan 0,5 kg daun yang bermanfaat sebagai pakan hijauan. Angka itu setara dengan 658 kg/ha/tahun bahan kering daun. Limbah lain yang dapat digunakan adalah batang. Namun, penggunaannya tergantung waktu peremajaan pohon-setelah melewati umur produktif, 25 tahun. Sayangnya, kandungan nutrisi pada batang dan dampaknya terhadap ternak belum diteliti lebih jauh.

Saat pengolahan TBS dari lahan seluas 1 ha dapat diperoleh hasil ikutan (dalam bentuk bahan kering) berupa 1.132 kg lumpur sawit (solid), 514 kg bungkil inti, 2.681 kg serat perasan, dan 3.386 kg tandan kosong. Hasil ikutan itu dapat dipakai sebagai pakan tambahan. Total jumlah limbah dan hasil ikutan pengolahan TBS menghasilkan pakan sebesar 12.950 kg/ha. Angka itu lebih tinggi dari daya konsumsi bahan kering sapi yang hanya 3,5% dari bobot tubuh.

Kaya nutrisi
Bukan tanpa alasan limbah sawit dipakai sebagai pakan. 'Kandungan nutrisinya lebih baik daripada pakan hijauan,' kata alumnus Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor itu. Pelepah dan daun pun kaya serat. Bahkan dalam jangka panjang pemberian pelepah dapat meningkatkan kualitas karkas. Idealnya sapi butuh 13% protein. Angka itu tercukupi dari bungkil inti sawit yang nilai proteinnya mencapai 14-16%. Sumber protein lain adalah lumpur sawit (solid) sebesar 12%, serat perasan 6%, dan tandan kosong 3%.

Pakan limbah sawit tidak dapat diberikan langsung. Limbah diolah dengan dicacah, digiling, dan diberi tekanan uap yang dikombinasikan dengan perlakuan kimia-pemberian NaOH dan Urea-serta biologis (fermentasi). Pencacahan dilakukan pada pelepah dan daun. Selain dicacah, agar kandungan nutrisi pelepah meningkat dilakukan proses aminiasi, penambahan molases, alkali, pembuatan silase, tekanan uap tinggi, dan peletisasi. Secara kimiawi, penambahan 8% NaOH dapat meningkatkan daya cerna bahan kering pelepah menjadi 58% dari 43,2%. Bahan jadi itu kemudian dibentuk kubus dengan ukuran 1-2 cm3.

Menurut Mathius pencacahan dilakukan agar lidi daun yang sulit dicerna sapi terpisah. Setelah dikeringkan daun digiling lalu dibuat seperti pelet. Agar kecukupan nutrisi terpenuhi, limbah dan pengolahan sampah TBS dicampur menjadi satu dengan memakai teknologi fermentasi. Setelah itu dibentuk seperti balok. Penelitian Mathius menunjukkan perbandingan cacahan pelepah, solid, dan bungkil inti sawit 1:1:1 mampu meningkatkan bobot sapi 0,338 kg/hari. Namun, jika dikombinasikan dengan teknologi fermentasi dan penambahan mineral serta vitamin, peningkatan bobot menjadi 0,6 kg/hari.

Suplemen pakan
Di luar limbah sawit, pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan ternak juga dikembangkan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) di Pasar Jumat, Jakarta Selatan. Bahan yang dipakai campuran Urea, molase, onggok, dedak, tepung tulang, lakta mineral (kalsium dan sulfur), garam dapur, tepung kedelai, dan kapur. Berdasarkan uji lapangan pada peternak di Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Lampung, diperoleh kenaikan bobot 1,2 kg/hari untuk sapi simental dan 0,8 kg/hari sapibali.

Lantaran harga molase dan kedelai terus meningkat, belakangan dilakukan perubahan komposisi dengan mengurangi persentase kedua bahan itu. 'Molase dari 23-29% dikurangi menjadi 10% dan bungkil keledai sebesar 13-15% menjadi 3-5%,' kata Ir Suharyono, M.Rur SCi, peneliti senior kelompok nutrisi ternak Batan. Dari hasil pengujian menunjukkan pengurangan molase dan kedelai tetap mampu menaikkan bobot sapi. Pemberian suplemen pakan itu sebanyak 0,25-0,5 g per hari membuat bobot sapi simental naik sebesar 0,8 kg dan sapi bali 0,75 kg.

Selain bobot meningkat, pakan yang terserap sempurna dapat menekan gas metan yang dikeluarkan sapi. Itu lantaran mikroba dalam rumen berkerja optimal mencerna pakan. 'Dari 23% metan fermentasi yang dikeluarkan ruminansia, sebanyak 73% berasal dari sapi,' kata Suharyono. Namun, dengan pemberian suplemen pakan itu, kadar metan turun sebesar 65%. Itu artinya pemanasan global pun bisa ditekan berkat kehadiran pakan dari limbah sawit.
(Lastioro Anmi Tambunan)
Selengkapnya...

PERKEBUNAN SINGKONG

SATU HEKTAR 200 Ton
(majalah Trubus)

Pensiun dini dari sebuah bank, berpendidikan sarjana, dan datang dari keluarga berada, Yordan Bangsaratoe memilih menjadi pekebun singkong, bahan baku bioetanol. Beragam cibiran seperti orang gila, tak menyurutkan niatnya. Kini dari kebun singkong ia menuai laba bersih Rp40-juta per ha, jauh lebih besar ketimbang gaji sebagai karyawan bank. Rahasianya? Ia menggenjot produksi hingga 120 ton/ha; pekebun lain rata-rata cuma 20-30 ton per ha.

Usianya 38 tahun ketika bank tempatnya bekerja selama 9 tahun itu dilikuidasi. Namanya tercatat dalam deretan karyawan yang harus 'pensiun dini'. Sarjana Ekonomi alumnus Universitas Lampung itu sempat gamang. Untuk apa uang pesangon itu? Ia akhirnya memutuskan menanam singkong, komoditas yang banyak diusahakan di Lampung. Yordan tertantang lantaran banyak petani singkong di bumi Ruwai Jurai itu miskin.

Setelah bertemu peneliti, berselancar di dunia maya, dan membaca pustaka, Yordan menyambung bibit singkong. Ia menjadikan singkong kasetsart sebagai batang bawah dan singkong karet sebagai batang atas. Kasetsart dipilih sebagai batang bawah karena unggul. 'Potensi hasilnya mencapai 30 ton/hektar,' kata Yordan.

Soal singkong karet? Varietas yang tidak menghasilkan ubi itu berdaun rimbun. Yordan berasumsi, dengan banyaknya jumlah daun, maka pertumbuhan ubi semakin besar. Sebab, daun tempat berlangsungnya proses fotosintesis. Dari proses itu dihasilkan makanan yang akan dipasok ke seluruh bagian tanaman. Sedangkan kelebihannya akan disimpan dalam umbi. Penyambungan itu ia lakukan sendiri untuk menghasilkan 4.400-4.500 bibit. Itu cukup untuk penanaman di lahan 1 ha.

Ayah 2 anak itu menyiapkan bibit pada musim kemarau. Sambungan antara singkong kasetsart dan singkong karet diikat dengan plastik. Ia rutin mengontrol pertumbuhan bibit di persemaian selama sebulan. Jika terjadi penyumbatan alias bottleneck, dipastikan sambungan tidak sempurna, jadi tidak layak dijadikan bibit. Bila kulit batang dan gabus berwarna putih dan tumbuh mata tunas, maka penyambungan itu berhasil.
Pupuk

Sebulan pascapenyambungan, ia memindahtanamkan bibit ke lahan setelah memotong bagian akar. Yordan membudidayakan anggota famili Euphorbiaceae itu berjarak tanam 1,5 m x 1,5 m sehingga populasi 4.400-4.500 batang per ha. Itu cukup memberikan ruang bagi singkong untuk tumbuh maksimal. Bandingkan dengan jarak tanam pekebun lain 1 m x 1 m-total populasi lebih dari 9.000 tanaman-sehingga tampak rapat. Dampaknya, produksi justru rendah.

Menurut Yordan, jarak tanam lebar bukan satu-satunya cara untuk meningkatkan produksi singkong. 'Komposisi pupuk kunci utamanya, bukan banyaknya pupuk,' kata pria kelahiran 11 Desember 1960 itu. Yordan menaburkan 5 ton pupuk kandang per ha di lahan yang sudah diolah. Empat hari usai tanam, ia menambahkan 0,5 gram pupuk NPK di sekeliling batang. Total pupuk NPK yang diberikan 200 kg.

Ia kembali memberikan total 300 kg NPK ketika kerabat karet itu berumur 3 bulan. Yordan memanen singkong berumur 10 bulan. Produktivitas ubikayu yang dibudidayakan di Madukoro, Lampung Utara, itu mencapai 30 kg per tanaman atau sekitar 120 ton per hektar. Saat ini, ia mengebunkan 17 ha. Dengan begitu ia mampu memanen 80 ton singkong per hari. Dengan kadar pati 30%, hanya perlu 4 kg singkong untuk menghasilkan 1 liter bioetanol; varietas lain, 6 kg.

Yang juga menerapkan sistem budidaya intesif adalah Tjutju Juniar Sholiha, pekebun singkong di Sukabumi, Jawa Barat. Ia berpegang pada komposisi pupuk untuk memaksimalkan singkong varietas darul hidayah. 'Bila tidak dipupuk, bobot umbi paling 15-20 kg. Tapi dengan pemupukan intensif, produksi menjulang 20-40 kg per tanaman,' katanya.
Rendam

Sebelum menanam, Tjutju merendam bibit sepanjang 10-15 cm dalam pupuk organik cair selama 3 jam. Bukan cuma sebagian, tetapi seluruh permukaan bibit terendam dalam pupuk. Tujuannya untuk mempercepat pertumbuhan tunas. Ia menanam bibit-tanpa daun-berjarak 2,5 m x 1 m sehingga total populasi 5.000 tanaman. Alumnus Fakultas Biologi Universitas Nasional itu langsung memberikan 1 kg kompos per tanaman sekaligus menyiramkan pupuk organik cair. Hanya dalam waktu 2 pekan, bibit memunculkan tunas muda.

Perempuan kelahiran Bandung 17 Juni 1969 itu kembali memberikan pupuk organik cair pada bulan kedua dan keempat dengan total dosis per bulan sebanyak 2 liter untuk seluruh tanaman. Sedangkan pada bulan ketiga dan kelima ia memberikan 600 kg Urea dan 495 kg NPK di bawah tajuk tanaman. Setelah bulan kelima hingga panen, ia tak pernah memupuk lagi.

Oleh karena itu, penanaman sebaiknya saat musim hujan. Dengan budidaya seperti itu Manihot utillisima berproduksi maksimal, 200 ton per hektar atau rata-rata 40 kg per tanaman. Bahkan ia pernah memanen 100 kg umbi dari 1 tanaman. Hasil penelitian Institut Pertanian Bogor, singkong darul hidayah yang dikembangkan Tjutju berkadar pati 32%.

Yordan dan Tjutju mantap berkebun singkong lantaran pasar terbuka lebar. Produsen bioetanol dan tapioka menyerap singkong produksi mereka. Dengan harga Rp520 per kg, Yordan meraup omzet Rp62-juta per ha. Padahal, biaya produksi hanya Rp130 per kg sehingga laba bersih Yordan Rp46-juta per ha. Saat ini ia mengelola 10 ha lahan. Tingginya produksi singkong mereka menjadi incaran Korea, China, Taiwan, dan Kamboja. 'Karena produksi bibit masih terbatas, saya baru akan memasok Kamboja,' kata Tjutju.
(Lani Marliani/Peliput: Faiz Yajri)
Selengkapnya...