Rabu, 22 April 2009

BISNIS PEMBESARAN BEBEK

Biasanya, bebek air dipelihara untuk menjadi bebek petelur. Tetapi, Halimah memandang usaha bebek petelur tak terlalu menggiurkan. Selain karena masa pemeliharaan hingga menghasilkan terlalu lama, jumlah produksinya juga belum tentu bisa menutupi biaya pemeliharaan. “Iya, kalau bebeknya bertelur. Kalo nggak, kan kita rugi ongkos produksi,” paparnya.Penduduk Tanjungmorawa Deliserdang ini sendiri memiliki 20 ekor bebek petelur yang tidak dikandangkan seperti membesarkan dan merawat anak-anak bebek. Dia juga tidak memberi pakan secara khusus untuk bebek petelur. Sedangkan hasilnya untuk dikonsumsi sendiri. Tidak dijual.Masa panen ayam dan bebek berbeda. Ketika ditanya usaha yang mana yang lebih menguntungkan, dalam pandangannya, ayam dan bebek punya kelebihan masing-masing.Kelebihan pembesaran ayam, masa panen jauh lebih singkat. Meskipun biaya pembesarannya menyedot rupiah yang lumayan besar.
Terutama untuk biaya membeli pakan ternak, obat, serta vitamin. Dari hasil penjualan ayam, dia tetap bisa mengantongi uang. Sementara, bebek harus menunggu hingga tiga bulan lamanya meski jauh lebih hemat di biaya pakan.Bayangkan saja. Untuk jumlah ayam sebanyak 500 ekor, Halimah harus menyediakan 15 sak pakan hingga panen. Jika satu sak pakan Rp245.000, maka angka minimal yang harus tersedia Rp3.675.000. Itu belum dihitung dengan biaya obat dan vitamin.Nilai yang jauh berbeda dengan biaya pemeliharaan bebek. Dengan jumlah yang sama, 500 ekor, pakan yang diperlukan hingga siap jual, cukup satu sak pakan setiap bulan atau senilai Rp 735.000 selama tiga bulan. Kebutuhan pakan bebek dibantu dengan dedak. Harga dedak relatif lebih murah ketimbang pakan pabrik.


Bila dibanding lagi dengan harga beli bibit, bebek juga terbilang hemat hampir dua kali lipat. Saat ini, harga beli bibit usia sekitar tiga hari Rp 2.700 per ekor. Andai jumlah bibit yang dibeli 500 ekor, berarti modal awal yang dikeluarkan Rp 1.350.000. Bila selama masa pemeliharaan bebek mengalami penyusutan sekitar 10%, maka sisa bebek hidup hingga panen menjadi 450 ekor.Anggap saja harga jual di saat panen masih Rp 20.000 per ekor. Dari hitung-hitungan sederhana, setelah dikeluarkan modal awal, biaya pakan, dedak, obat, vitamin, dan sebagainya, pada panen kedua dan seterusnya, peternak bisa mengantongi keuntungan bersih minimal Rp 5 juta!Dari analisis kasar seperti itu, wajar-wajar saja kalau Halimah mengaku usaha pembesaran bebek jauh lebih menguntungkan. Dia berencana di masa pemeliharaan berikutnya, jumlah anak bebek akan ditambah 300 ekor lagi atau menjadi 500 ekor (lima kotak/@ 100 ekor). “Barusan saya pesan lima kotak anak bebek,” akunya seraya menjelaskan pemesanan harus dilakukan jauh-jauh hari sebelum bebek tahap sebelumnya dijual.RisikoPerasaan senang terhadap hewan peliharaan tampaknya punya pengaruh besar terhadap daya tahan ternak. Setidaknya, ini diakui istri dari Paryono (41) ini. Sebab, tingkat kematian ternak tergantung pada perlakuan kepada ternak selama masa pemeliharaan.Berdasarkan pengalamannya selama enam bulan, angka kematian paling tinggi sekitar 5% dari total jumlah peliharaan. Bahkan, kelompok ayam yang terakhir, hanya mati lima ekor saja.
“Kalau jumlah yang mati segitu waktu masih kecil, kita kan tidak rugi,” jelasnya.Ternak yang masih berumur beberapa hari, memang masih rentan. Menurutnya, yang paling perlu dijaga-jaga ketika ayam atau bebek berusia di bawah tiga minggu. Pemberian suhu panas bisa dibantu dengan pemasangan lampu listrik dalam kandangf. Setelah itu, “biasanya, pada usia di atas tiga minggu, akan lebih mudah memeliharanya,” jelasnya.Halimah punya rencana, di masa yang akan datang dia ingin membangun usaha ternak yang lebih besar dengan memanfaatkan lahan di sekitar rumahnya yang masih tersisa sekitar 1,5 rante lagi. Tetapi, untuk mewujudkan cita-cita itu, modal yang dibutuhkan juga tidak sedikit. “Harus ada modal minimal Rp 10 juta,” tandasnya.


Selengkapnya...

Untung Besar Dari Pembesaran Bebek dan Ayam

tag">Agribisnis
20-04-2009
*mas khairaniWow! Ada bebek bertelur duit?! Satu ekor bisa menelurkan hingga Rp 10.000. Bila jumlah bebek yang dipelihara sebanyak 200 ekor, berarti duitnya berlipat hingga Rp 2 juta.Sejak enam bulan lalu, hari-hari Halimatussakdiah disibukkan dengan ratusan ekor anak bebek. Bersama kedua anaknya, ibu berusia 38 ini, merawat ‘bayi-bayi’ bebek hingga berusia tiga bulan. “Kalau lihat bebek-bebek, rasa jenuh saya jadi hilang,” akunya ketika MedanBisnis, berkunjung ke lokasi peternakannya di Tanjungmorawa, Kabupaten Deliserdang.Hatinya semakin girang manakala menerima lembaran pundi-pundi dari penjualan bebek.


Bebek yang dipeliharanya sekarang ini berusia dua bulan. Itu berarti, sekitar satu bulan lagi rupiah dari tangan agen pembeli akan pindah ke kantongnya. Malah, beberapa hari lalu seorang agen telah membawa 60 ekor bebek berusia dua bulan dari kandang. Sebagai ganti, Halimah menerima Rp 17.000 per ekor. Sementara, untuk bebek usia tiga bulan, biasanya dihargai Rp 20.000 per ekor.Menurutnya, bebek yang dipeliharanya khusus untuk bebek panggang. “Saya tidak tahu pasarnya kemana. Selama ini, saya hanya pelihara saja,” ungkapnya.Pada mulanya, Halimah memelihara kambing. Sebelum dijual, jumlahnya sebanyak 15 ekor. Tetapi, lama-kelamaan dia merasa kerepotan. Lalu, kambing satu per satu dijual dan diganti dengan ayam Australia. “Ada teman yang kasih ide supaya pelihara ayam saja,” ungkapnya lagi.Saran cemerlang itu diterimanya. Bermodal awal sekitar Rp 5 juta, Halimah mendirikan kandang ayam di pekarangan samping rumahnya. Dia membeli 300 ekor anak ayam berusia sekitar tiga hingga tujuh hari. Harga per ekor Rp 4.500. Dia juga sekaligus menyediakan sembilan sak pakan ternak untuk stok satu bulan. Harga pakan satu sak (50 kg) Rp 245 ribu. Selama masa pemeliharaan, biaya obat ayam mencapai Rp 200.000.Masa pemeliharaan ayam potong ini, terbilang sangat singkat. Hanya dalam jangka waktu 28 hari saja, ternak sudah bisa dipanen dengan berat berkisar 1,3 hingga 1,4 kg per ekor.Ketika panen pertama, ternyata Halimah sudah bisa balik modal (break event point/BEP). Bahkan, bisa pula mengantongi keuntungan meski belum terbilang besar. Terlebih, harga jual pada saat panen cukup baik, yaitu Rp 15.000 per kg.Bila ditilik dari hitung-hitungan sederhana untuk mengetahui nilai keuntungan yang diperoleh, anggap saja jumlah ayam selama masa pemeliharaan mengalami penyusutan sebanyak 10% atau sekitar 30 ekor dari jumlah total yang dipelihara. Sementara, berat per satu ekor ayam di kala panen, rata-rata 1,3 kg. Maka, total penjualan ayam pada panen pertama adalah Rp 5.265.000. Halimah masih memperoleh sisa balik modal senilai Rp 265.000 setelah dikeluarkan ongkos modal Rp 5 juta.Berangkat dari pengalaman pertama yang begitu mengesankan, Halimah semakin bersemangat untuk kembali memelihara bayi-bayi ayam. Jumlahnya juga diperbanyak menjadi lebih dari 300 ekor. Bahkan, lama-kelamaan meningkat menjadi 1.000 ekor.

Bebek Suka Kotoran Ayam
Umumnya, kandang ayam selalu berbau tak sedap dan mendatangkan lalat. Apalagi, dengan jumlah yang terbilang cukup banyak. Bila tak pandai-pandai mengatasi limbahnya, bisa-bisa orang sekampung marah besar.Kandang ayam Halimah, agaknya sedikit berbeda. Selain tak berlalat, di bawah kandang ayam juga tak terlihat tumpukan tahi ayam. Ternyata, rahasianya di bebek. Menurutnya, bebek memang sengaja dipelihara di bawah kandang ayam. “Bebek suka kotoran ayam. Kotoran ayam-ayam akan dimakan habis oleh bebek. Jadi, beternak ayam bisa lebih hemat tenaga dan bebas bau karena dasar kandang tak perlu dibersihkan lagi,” ujarnya.Ibarat sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui, anggota Lembaga Keuangan Mikro Pokmas Mandiri ini, menangguk dua untung sekaligus. Dari panen ayam, juga bebek.


Selengkapnya...