ANDA baru saja dipecat dari pekerjaan Anda? Kalau Anda punya cita-cita jadi pengusaha - tidak mau selamanya jadi orang gajian - maka Anda punya alasan untuk bersyukur. Sebab, inilah saatnya Anda punya waktu yang tepat untuk memulai usaha Anda.
Sepuluh tahun lalu, seorang Jaya Setiabudi tidak sabar menunggu dipecat. Dia memecat dirinya sendiri padahal baru saja bekerja setahun empat bulan, dan itulah pekerjaan pertamanya setelah lulus kuliah. Dia memang punya impian yang kuat menjadi pengusaha. Dia percaya pada kawannya yang pernah bilang padanya bahwa ia punya ciri-ciri pengusaha. Apa ciri itu? 1. Tidak suka bangun pagi; 2. Tidak suka digaji pas-pasan; 3. tidak suka dimarahi bos.
Maka, si pengusaha baru itupun memulai bisnis pertamanya. Modal uangnya tak banyak, cuma tabungan 4,5 juta. Tapi dia punya modal lain: jaringan pertemanan (dia ambil bisnis pemasok suku cadang, kepercayaan para pemasok barang (dia bekerja di bagian pembelian dan dia tak pernah mau disogok atau mengajak main kuitansi), dan The Sense of Kepepet! Jaya pun menelepon ayahnya bahwa dia sudah siap. Siap apa? Siap bangkrut! Dan, dia benar-benar sudah siap ketika tiga bulan kemudian ia mengalami bangkrutnya yang pertama!
Berhentikah Jaya setelah kebangkrutan itu? Tidak. Kelak ia bisa menyimpulkan bahwa rugi, ditipu, bangkrut adalah vitamin yang membuat seorang pengusaha tahan banting. Ia sudah membuktikan itu. Usahanya berkembang, maju, dan merambah berbagai bidang.
Saya percaya bahwa kegagalan adalah makanan wajib pengusaha. Ada sebuah penelitian terhadap empat milyuner muda Amerika yang mencapai sukses di usia menjelang 35 tahun, usia yang sangat muda. Rata-rata mereka terlibat dalam tujuh belas bisnis sebelum menemukan bisnis yang dapat membawa mereka ke puncak keberhasilan. Catat itu: TUJUH BELAS KALI! Anda bisa membaca kisah itu di buku Failing Forward John C. Maxwell. ”Mereka terus mencoba dan menggantikannya hingga menemukan sesuatu yang klop untuk mereka,” kata Maxwell.
Pastilah bukan kegagalan itu yang dicari. Bukan kegagalan itu yang membuat bangga. Tapi, kegagalan tidak pernah menjadi ketakutan untuk terus mencoba. Saya percaya, jika kita mencoba maka kemungkinannya dua: gagal atau berhasil. Itu pasti lebih baik daripada tidak mencoba karena tak ada kemungkinan kecuali satu hal: kita pasti tidak berhasil. Bagaimana mau berhasil, kalau mencoba saja tidak!
***
Tak semua pengusaha seperti Jaya. Ia punya semangat untuk berbagi. Ia percaya bahwa semangat dan impian menjadi pengusaha alias entrepreuner harus ditularkan. Pada saya ia pernah bilang bahwa bangsa ini kekurangan pengusaha, tak sampai nol koma sekian persentase pengusaha. Padahal, ia mengutip Ciputra, harusnya empat persen dari penduduk suatu negara haruslah bergerak sebagai usahawan bila ekonomi negara tersebut ingin tangguh.
Jaya tidak tinggal diam. Sebagai orang yang menyebut diri sebagai provokator entrepreuner - saya kira ini sebutan yang amat cocok buat dia - ia membuat berbagai forum pertemuan para pengusaha pemula, namanya Entrepreuner Ascosiation (EA). Saya pernah ikuti salah satu pertemuan itu. Sebuah pertemuan yang sangat memberdayakan dan menularkan spirit tangguh untuk jadi pengusaha. Dulu, tempatnya selalu berpindah-pindah. Biasanya dipilih tempat usaha salah satu anggota. Dalam pertemuan itu sangat mungkin terjadi kerjasama-kerjasama bisnis (saya sekali waktu diberi kartu nama seorang pengusaha sablon plastik untuk kemasan), kongsi modal, dan saling bantu memecahkan kebuntuan usaha, juga cerita-cerita mencerahkan dari langkah-langkah bisnis anggota EA yang sudah diambil dan berhasil. Hal-hal di luar bisnis dipecahkan oleh orang yang berkompeten. Bila ada peraturan perpajakan baru, maka diundang orang dari Kantor Pajak. Saya tak tahu apakah Kadin, Apindo atau asosiasi pengusaha lain ada melakukan hal serupa itu.
”Yang pasti sekarang ini banyak anggota-anggota EA sudah jadi dan yang ditarik jadi anggota asosiasi lain,” kata Jaya, pada saya suatu hari. Itu artinya, provokasi Jaya berhasil. Dan tenang saja, sebagai provokator dia tak kehabisan akal untuk menghasut orang sebanyak-banyaknya. Akhir tahun lalu bukunya diterbitkan oleh Penerbit Gramedia. Inilah jurus barunya untuk menularkan semangat berusaha itu. Bukunya berjudul menggugah: THE POWER OF KEPEPET!
Saya sempat mengikuti proses kelahiran buku itu sejak masih prin-prinan. Saya menjadi semacam konsultan tak resmi atas buku itu, khusus memberi masukan - ah lebih tepat mempertajam ide Jaya sendiri - tentang bagaimana ilustrasi akan ditambahkan. Sebenarnya Jaya sudah amat tahu bagaimana buku itu hendak diwujudkan. Kami melibatkan Dalbo - kartunis Batam Pos - untuk menggarap ilustrasinya. Jaya yang punya rasa seni yang baik (perhatikan sampul bukunya yang bak poster film, ini dia dan timnya sendiri yang punya ide) amat menyukai tarikan garis kartun Dalbo.
***
Cerita di atas saya tulis lagi dari pengantar Jaya pada buku 116 halaman ini. Tidak tebal. Tapi saya jamin isinya amat menggugah, dan tentu membaca saja tidak cukup. ”Membaca buku ini,” kata Jaya, ”tidak akan mengubah hidup Anda. Tapi, Anda harus mempraktikkannya... ”Ya, begitulah memang seharusnya. Senada dengan judulnya, saya menyimpulkan apa yang hendak ditularkan Jaya adalah Sense of Kepepet. Itulah yang ia percayai bisa menjadi motivator paling kuat untuk mendorong orang menjadi pengusaha yang berhasil. Kalau pun Anda tidak kepepet, maka Anda harus membuat seakan-akan Anda kepepet.
Kalimat-kalimat Jaya di buku ini sugestif sebab ia menulis langsung dari pengalamannya. Pria kelahiran Semarang tahun 1973 ini punya rekor bangkrut Rp1,8 miliar pada usia 31 tahun. Bayangkanlah, ini adalah situasi kepepet yang benar-benar kepepet bukan? Sama seperti ketika ia diwisuda sebagai pengusaha bangkrut yang pertama kali, maka ia tak berhenti, ia putar akal. Bekerja lagi? Atau cari investor lagi? Yang pertama jelas bukan pilihan yang menarik buat dia, meskipun sebenarnya itu sangat mudah ia dapatkan. Itu langkah mundur. Jika itu yang ia pilih, saya hakkulyakin, anak keenam dari tujuh bersaudara ini tak akan punya tujuh perusahaan seperti saat ini. Sepuluh tahun setelah ia memecat dirinya sendiri, usahanya pun membentang dari industri konstruksi baja ringan, distributor suku cadang, jaringan toko retail makanan dan minuman, konsultan wirausaha, hingga konsultan bisnis retail.
Jadi, Anda boleh berdoa agar perusahaan Anda tidak memecat Anda. 2009 adalah tahun yang berat. Singapura saja menargetkan angkat pertumbuhan minus 2,5 persen, akibat krisis ekonomi di Amerika. Pasar lesu, order turun. Dan ingat, 70 ekspor perusahaan di Batam tujuannya adalah Singapura. Itu artinya pemecatan tidak terhindarkan. Tetapi, bila Anda dipecat, jangan meratap. Ini berarti kesempatan Anda untuk melenting bak pegas. Anda pasti tahu pegas, kan? Bila tidak dipepet, bila tidak ditekan, maka pegas tidak akan meregang dan regangan itulah yang menimbulkan daya dorong. Tuing! Melentinglah!
Surat PHK, saya kira boleh Anda baca sebagai sebuah surat pemberitahuan bahwa Anda diterima oleh dunia usaha sebagai pengusaha. Jangan anggap itu sebagai trompet sangkakala kiamat kehidupan Anda. Dan jangan lupa, baca buku The Power of Kepepet yang sampai saya tulis artikel sudah dicetak tiga kali, 13 ribu eksemplar sudah terbeli, dan pasti sudah lebih dari jumlah itu orang yang tertular gairah entrepreneuship Jaya. Di buku itu ada alamat e-mail nya, situs web-nya, juga nomor telepon selularnya. Setahu saya, sebagai provokator Jaya amat tidak pelit bagi ilmu.
Senin, 15 Februari 2010
The Sense of Kepepet
Label
arse sipirok,
pardomuan pane,
trik bisnis